JANGKAU.COM – Penghubung Komisi Yudisial Sumatera Utara (PKY Sumut) bekerjasama dengan Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) melaksanakan Edukasi Publik yang menganggkat tema tentang “Peran Serta Masyarakat Adat dalam Mendorong Peradilan Bersih dan Berwibawa”. Kegiatan dilaksanakan di Desa Kampung Terjun, Deli Serdang, Sabtu (07/09/2024).
Koordinator Penghubung Komisi Yudisia Sumut, Muhrizal Syahputra menyampaikan, bahwa kegiatan ini adalah ruang edukasi, mendorong dan meningkatnya partisipasi serta tebangunnya dukungan publik untuk menjaga peradilan bersih dan berwibawa.
“Komisi Yudisial (KY) memiliki wewenang dan tugas untuk menjaga keluhuran dan martabat serta perilaku hakim dengan cara menegakkan Kode Etik Perilaku dan Pedoman Hakim (KEPPH). Oleh sebab itu kami selalu berupaya turun langsung ke masyarkat, khususnya masyarakat adat yang tergabung dalam BPRPI di kampung Terjun guna menjelaskan agar masyarakat adat bisa memahami dan mengetahui wewenang dan tugas kami,” ucap Koordinator PKY Sumut yang akrab dipanggil Bang Izal.
Pada kegiatan edukasi publik yang digelar PKY Sumut bersama Badan Peejuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) tersebut menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi yakni Majda El Muhtaj (Kepala Pusat Studi HAM Unimed), dan Irfan Fadila Mawi (Praktisi Hukum Sumatera Utara).
Narasumber Majda El Muhtaz menyampaikan kedudukan Komisi Yudisial dan peran serta masyarakat sangatlah penting dalam menjaga marwah peradilan di tengah tantangan penegakan hukum yang begitu kompleks.
“Kita harus bisa memastikan eksistensi masyarakat adat dan memastikan entitas hukum adat terlindungi oleh kebijakan nasional. Proses legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat mendapatkan tantangan yang luar biasa, tapi perlu diketahui komitmen presiden yang juga melekat pada presiden selanjutnya tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi manusia (Ranham 2021-2025), meletakkan masyarakat adat bagian dari kelompok rentan yang menjadi sasaran utama Perpres,” ucap Majda El Muhtaz.
Karena itu, katanya, perpres memandatkan adanya peraturan yang melindungi masyarakat adat. Atau dengan kata lain disahkannya RUU Masyarakat Adat.
Mazda menyampaikan, asyarakat adat melekat dalam konstitusi kita yang dikenal dengan penamaan masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional. Oleh karena kedudukan yang konstitusional, maka menjadi penting memberi pemahaman bersama mengawasi peradilan dengan mendorong pemahaman hakim berkaitan dengan hak-hak tradisional atau masyarakat adat.
“Dalam instrumen internasional juga memiliki pandangan bahwa, masyarakat adat wajib di lindungi khususnya dalam hal penghapusan diskriminasi ras. dengan demikian penting kesadaran negara mendorong lahirnya peraturan pemerintah dan peraturan didaerah untuk menjamin kepastian hukum yang berkeadilan khususnya bagi entitas masyarakat adat,” ucap Mazda.
Narasumber lain dari Praktisi Hukum Sumatera Utara Irfan Fadila Mawi menyinggung persoalan hak-hak hukum masyarakat adat, di tengah maraknya kriminalisasi terhadap masyarakat adat maka menjadi sangat penting masyarakat adat mehamahi dan mengetahui hak-haknya kala berhadapan dengan hukum.
“Ya kita masyarakat adat sering dihadapkan dengan cara pandang yang kaku dalam praktik berhukum, Aparat Penegak Hukum (APH) kerap melalaikan hak hukum masyarakat adat,” ucap Irfan Fadil Mawi.
Ia mencontohkan, misalnya seperti dalam proses penyelidikan dan penyidikan masyarakat diperiksa tanpa pendamping hukum, kesulitan mengakses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), menghalang-halangi akses bantuan hukum ketika terjadi penangkapan dan lain sebagainya.
“Tetapi ketika proses pelanggaran hukum acara ini dibawa ke ranah pradilan yakni Pra-Pradilan, sering sekali hakim berfikir positifisme, sehingga mengabaikan pembuktian yang disampaikan dalam proses peradilan berujung pada dikalahkannya masyarakat adat yang dikriminalisasi,” ucapnya.
“Oleh karena proses hukum seperti itu masih terjadi, maka penting masyarakat adat memperkuat kader-kader paralegal, sehingga jika berhadapan dengan proses hukum, kita telah memahami hak-hak hukum sebagaimana dalam peraturan hukum acara pidana,” sambungnya.
Di sisi lain, ketua umum BPRPI Alfi Syahri menyampaikan BPRPI yang sudah berdiri sejak lama dan kerap berhadapan dengan pengadilan, peradilan kerap kali melihat jika masyarakat adat yang tidak memiliki persfektif atau memahami sepwnuhnya hak-hak masyarakat adat sebagaimana dijelaskan narasumber.
“Maka ke depan masyarakat adat khususnya BPRPI akan terus berdiri mengingatkan peradilan kita untuk mendorong hakim-hakim yang mengadili sengketa agraria wajib terlebih dahulu memahami secara utuh sejarah tanah kita yang sebenarnya. Dan tentu KY, kami harapkan bisa memberikan pemahaman ini, sehingga peradilan benar-benar adil bagi masyarakat khususnya masyarakat adat,” ujar Alfi Syahri.
Peserta yang berhadir dalam edukasi publik yang dilaksanakan oleh Penghugung Komisi Yudisial (PKY) Sumut dengan BPRPI adalah perwakilan pengurus kampung masyarakat adat dibawah nanungan BPRPI. Mereka berharap dengan adanya PKY Sumut, peradilan yang mengadili kasus-kasus masyarakat adat dapat dilindungi dan diawasi oleh PKY Sumut dan KY dapat meningkatkan pemahaman hakim tentang hak-hak masyarakat adat
Kegiatan edukasi publik ini diakhiri dengan makan dan foto bersama serta penyerahan plakat kepada narasumber dan ketua umum BPRPI serta Ketua Kampung Terjun dari PKY Sumut.
Sebelum kegiatan berkahir, PKY Sumut menyampaikan bahwa kantor terbuka untuk seluruh masyarakat khususnya masyarakat adat, jadikan itu sebagai ruang konsultasi dan diskusi pasca kegiatan tersebut.