JANGKAU.COM – Para guru honorer di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut) menggelar aksi mengajar di Polda Sumut. Didampingi LBH Medan, mereka meminta polisi segera mengungkap kasus kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Langkat.
Para guru sudah berulang kali melakukan aksi demonstrasi di Mapolda Sumut. Namun, titik terang kasus ini, belum juga didapat.
“Karena ini prosesnya tidak jelas, maka para guru ‘pindah mengajar’ ke Polda Sumut,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irvan Saputra.
Pada aksi tersebut, ada seorang guru honorer yang melakukan teatrikal mengajar. Mereka memberikan penjelasan soal pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam proses seleksi PPPK itu.
Guru itu menjelaskan bahwa dua kepala sekolah yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus PPPK itu, bukanlah aktor intelektualnya dan tidak menjadi panitia seleksi PPPK tersebut.
“Mungkin tadi saya ada membahas tentang struktur kepanitiaan di Kabupaten Langkat, agar Polda Sumut tahu tersangka yang ditetapkan mereka itu tidak ada kaitannya dalam seleksi PPPK ini. Tersangka itu bukan panitia seleksi daerah, tetapi hanya sebagai kepala sekolah di bawah naungan dinas pendidikan,” kata Irwan selaku koordinator aksi sekaligus guru yang melakoni teatrikal itu.
Irwan mengatakan bahwa pihak yang berwenang dalam meluluskan peserta seleksi itu adalah Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Dinas Pendidikan Sumut.
“Harusnya yang mempunyai peran penting untuk meluluskan atau yang memberikan nilai SKTT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) itu adalah BKD dan Kepala Dinas Pendidikan,” ujarnya.
Irwan menilai kinerja Polda Sumut lamban dalam menangani kasus PPPK Langkat itu. Dia pun turut membandingkan kasus PPPK Langkat dengan kasus PPPK Madina dan Batu Bara.
“Beberapa yang saya kecewakan dari Polda adalah lambatnya kinerja mereka dalam menangani kasus ini. Secara terang benderang atau secara jelas bukti itu mengarah pada aktor-aktor intelektual yang ada di Kabupaten Langkat. Hingga saat ini tidak ditetapkannya tersangka ini menjadi tanda tanya besar bagi kita dan PR besar kepada Polda Sumut, ada apa. Sementara di Batu Bara dan Madina itu sendiri sudah memiliki banyak tersangka. Kalau yang Batu Bara sampai eks bupatinya, sementara untuk Langkat hanya dua kepala sekolah yang bukan panitia seleksi dari daerah,” ucapnya.
Untuk diketahui, sejauh ini pihak kepolisian masih menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu. Kedua tersangka itu adalah kepala sekolah di Langkat, yakni Awaluddin dan Rohayu Ningsih.