Jangkau.com – Majelis hakim memvonis Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Kabupaten Simalungun, Sorbatua Siallagan dengan hukuman 2 tahun penjara. Kuasa hukum Sorbatua, Nurleli Sihotang, kecewa atas vonis majelis hakim tersebut.
“Secara umum pastinya kami penasehat hukum kecewa. Pada akhirnya, Sorbatua dihukum bersalah, terbukti bersalah menduduki kawasan hutan,” kata Nurleli Sihotang, Kamis (15/8/2024).
Dari 3 hakim, terdapat satu hakim yang mengajukan pendapat yang berbeda dengan putusan atau dessenting opinion, yakni Agung CFD Laia. Agung disebut menyatakan jika Sorbatua harusnya dibebaskan.
“Namun, salah satu hakim anggota, Agung CFD Laia, menyatakan Sorbatua harusnya dibebaskan. Dua hakim menyatakan dia bersalah,” ucapnya.
Agung, kata Nurleli, menyatakan belum ada penetapan kawasan hutan di Sumut, masih sebatas penunjukan. Sehingga unsur penyerobotan kawasan hutan jadi tidak terpenuhi.
“Satu hakim (Agung) menyatakan pertama belum ada penetapan kawasan hutan di Sumut. Unsur menduduki kawasan hutan jadi tidak terpenuhi. Hutan yang mana, belum ada penetapan, kawasan hutan masih batas penunjukan, di persidangan, dari ahli masyarakat adat juga menyebutkan belum ada penetapan kawasan hutan,” ujarnya.
Nurleli juga mengaku kecewa atas pernyataan hakim jika hutan adat hanya cerita nenek moyang. Nurleli akan diskusi dengan keluarga apakah akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
“Kami kecewa juga karena majelis hakim menyatakan hutan adat itu hanya cerita nenek moyang. Padahal, masyarakat adat sudah hidup turun temurun di hutan adat,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Kabupaten Simalungun, Sorbatua Siallagan menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. Sorbatua divonis 2 tahun penjara karena terbukti menyerobot kawasan hutan.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sorbatua Siallagan dengan pidana penjara selama dua tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Dessy Ginting, Rabu (14/8).
Selain itu, Sorbatua juga dihukum denda sebesar Rp 1 miliar. Dengan subsidair 6 bulan penjara.
“Denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan,” ucapnya.
Majelis hakim menimbang bahwa klaim tanah ulayat sebagaimana yang diterangkan terdakwa Sorbatua Siallagan tidak terbukti berdasarkan keterangan resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tanah ulayat yang dimaksud Sorbatua masih sebatas usulan.
“Menimbang bahwa status tanah ulayat yang dimohonkan masih sebatas usulan,” ujarnya.
Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sorbatua saat itu dituntut pidana penjara 4 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan kurungan penjara 6 bulan.
JPU menjerat Sorbatua dengan dakwaan alternatif kedua yakni Pasal 36 angka 19 Jo. Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 36 angka 17 Jo. Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.