Jangkau.com – Era modern yang serba digital, ketepatan, keamanan, kenyamanan dan kecepatan layanan serta transaksi perbankan sudah menjadi keharusan, dimana “Zero Fraud” dan “Customer satisfactions” adalah menjadi tujuan akhir dari layanan itu, sebagai bagian dari mitigasi risiko keuangan nasabah. Namun, dalam pada itu, Layanan Verbal (tatap muka) tetap dijalankan mengingat personal touch (sentuhan pribadi) adalah hal mutlak membangun hubungan baik yang saling menguntungkan antara nasabah dan perbankan.
Bahwa sehebat apapun layanan digital banking suatu perbankan tidak akan bisa menggantikan hubungan interpersonal petugas bank dan nasabahnya. Dilalahnya, didalam hubungan inilah yang sering terjadi penyalahgunaan, penyelewengan, korupsi, manipulasi, pencurian, penipuan, bahkan penggelapan petugas bank terhadap nasabah. Se kompleks dan se komplit apapun Standard Operating Procedure (SOP) suatu bank, akan juga bobol pada akhirnya tanpa ada satu dedikasi, komitmen dan integritas petugas didalam menjalankan fungsi dan tanggung jawab kerjanya. Bank berkewajiban menjamin budaya kerja yang baik petugasnya dalam melayani nasabah.
Fraud bukanlah budaya kerja yang baik karena fraud adalah sebuah tindakan penipuan yang disengaja dan dirancang untuk memberikan keuntungan kepada si pelaku yang melanggar hukum. Istilah ini awalnya lazim dipergunakan di dunia perbankan, untuk menunjukkan semua aktivitas yang tidak sesuai atau patuh terhadap SOP yang berujung kepada kerugian finansial baik terhadap internal institusi perbankannya ataupun eksternal nasabah.
Sejatinya fraud tidak saja diartikan dengan sebuah kesengajaan yang merugikan, bahkan sebuah kebiasaan sepele diluar aturan atau tanpa kesengajaan atau lalai yang dilakukan petugas dapat dikategorikan fraud, seperti misalnya memberi tahukan saldo nasabah, mencetak buku tabungan yang bukan milik bersangkutan dan lain-lain. Sebegitu ketatnya, sehingga Perbankan sebagai institusi keuangan inklusif (yang dapat dijangkau oleh siapapun) harus mampu memitigasi risiko-risiko yang telah ditetapkan dan ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai dari pemenuhan kewajiban kepatuhan Bank terhadap regulasi negara.
Setidaknya ada 8 jenis risiko yang harus dimitigasi Perbankan dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan yang baik dengan prinsip kehati-hatian antara lain 1. Risiko Operasional, 2. Risiko Kredit, 3. Risiko Pasar, 4. Risiko Likuiditas, 5. Risiko Kepatuhan, 6. Risiko Hukum, 7. Risiko Reputasi dan 8. Risiko Stratejik.
Kesemuanya berkait dengan nasabah dan bertujuan menjaga keuangan nasabah agar aman dan nyaman agar terhindar dari berbagai kemungkinan kerugian yang dapat terjadi. Mengingat gambaran mitigasi risiko di atas, SOP yang dibuat oleh perbankan sejatinya tidak hanya diperuntukkan untuk diterap kepada pihak eksternal dalam hal ini nasabah dan institusi yang terkait dengan Bank namun yang utama malahan adalah kepada kontrol internal. Dikarenakan ketatnya SOP perbankan, sulit bagi pihak eksternal untuk bisa melakukan pembobolan terhadap rekening nasabah seperti misalnya pemalsuan tanda tangan, duplikasi kartu ATM, dan bahkan penipuan model lama seperti undian berhadiah dan lain-lain.
Justru saat ini menjadi trend bahwa fraud dilakukan oleh orang dalam (ordal) atau internal petugas pelaksana operasional Bank. Besarnya kemungkinan fraud yg dilakukan oleh orang dalam terjadi karena adanya sisi-sisi gelap penyalahgunaan kepercayaan nasabah terhadap petugas, juga adanya stigma, sehebat apapun sistem yang dibuat manusia, tetaplah itu adalah buatan manusia yang bisa diutak-atik.
Menurut laporan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) 38,9 persen kasus fraud dideteksi melalui saluran pengaduan, 23,4 persen melalui audit internal, dan 9,6 persen melalui audit eksternal. Dari angka 38,9 persen tersebut, lebih dari 50 persen kasus dilaporkan oleh pegawai internal. Artinya alert message itu bisa lebih awal diketahui pihak internal.
Tindak pidana di bidang perbankan diartikan sebagai segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan kegiatan usaha bank dan bersinggungan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat hukum pidana khusus maupun hukum pidana umum.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah ketentuan mengenai perbuatan yang berkaitan dengan perbankan dan diancam pidana dalam Undang-Undang tentang Perbankan, Undang-Undang tentang Perbankan Syariah, KUHPidana, Undang-Undang tentang Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Korupsi, dan masih banyak lagi.
Berbeda halnya dengan tindak pidana perbankan yang memiliki cakupan lebih sempit sehingga diartikan sebagai pengaturan perbuatan melanggar hukum yang diancam pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan.
Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh orang dalam perbankan dikategorikan kedalam tindak pidana perbankan sehingga diatur khusus oleh UU Perbankan, yang selanjutnya didalam pengujian dan pengawasan kepatuhannya dilakukan oleh OJK. Terkait terjadi suatu hal silang sengketa antara nasabah dan Bank, sepanjang belum dilaporkan atau dilakukan mediasi oleh institusi lain maka menjadi ranah tanggung jawab OJK.
Bahwa dapat disimpulkan bahwa segala bentuk percobaan tindakan yang berujung kepada merugikan nasabah dan Bank tidak akan bisa dilakukan sepanjang petugas Bank merujuk kepada SOP dan aturan internal berlaku yang ditujukan untuk menghindarkan segala bentuk kemungkinan fraud. Namun sebaliknya, segala bentuk mitigasi akan sia-sia bilamana petugas bank tidak menjalankan SOP dengan baik dan konsisten.
Segala bentuk dampak hukum dapat dihindari bilamana petugas dapat memahami dan menjalankan SOP dengan baik. Sudah menjadi idiomatik di kalangan Bankers, bahwa bekerja di perbankan, “Separuh kaki sudah ada di penjara”, ungkapan itu tidak berlebihan mengingat ketat dan kompleksnya layanan perbankan serta berbagai macam corak rupa keinginan layanan nasabah yang ditujukan kepada pihak bank.
Bank menjadi sangat dilematis, antara mengedepankan layanan dengan mengendurkan SOP, atau malahan mengetatkan SOP dengan mengendurkan layanan. Tentunya layanan yang baik akan berujung bisnis yang terus meningkat, namun di sisi lain, jurang fraud dan risiko lainnya ada di sebelah petugas Bank. Tidak ada bisnis yang tidak berisiko namun memitigasinya adalah hal utama sebelum menjalankan sebuah bisnis.
Danil Fahmi, SH praktisi hukum dan advocad