JANGKAU.COM – Peristiwa matinya anakan Orang Utan Tapanuli dilokasi project PLTA PT North Sumatera Hydro Energy (PT. NSHE) pada 4 Agustus 2024 lalu merupakan kejadian yang kedua, sebelumnya kejadian serupa terjadi pada bulan Juni.
Presidium Forum Masyarakat Pegiatan Konservasi Tabagsel (FMPKT) Primadona Rambe menyampaikan matinya anakan Orang Utan Tapanuli berusia 1 tahun dengan jenis kelamin laki-laki tersebut, merupakan dampak dari aktivitas perusahaan yang menghancurkan kawasan hutan ekosistem Batang Toru sebagai habitatnya.
“Investasi perusahaan yang beraktifitas di kawasan hutan ekosistem Batang Toru dengan mengatasnamakan pengembangan Energi baru terbarukan, merupakan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap modal tanpa melihat dampak jangka panjang yang akan terjadi (dampak ekonomi, Sosial, budaya dan lingkungan) yang katanya ramah lingkungan ternyata memiliki dampak buruk terhadap ekosistem untamanya habitat orangutan,” terang Primadona Rambe dalam rilisnya yang diterima Jangkau.com, senin (16/09/2024).
Mallnutrisi menjadi penyebab matinya anakan Orang Utan Tapanuli yang populasinya kian terancam, tetapi upaya untuk melakukan perlindungan dan penyelamatan satwa kharismatik tersebut masih jauh panggang dari api.
Upaya penyelamatan hanya sebatas ceremony dan proyek, terbukti dari banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bekerja dikawasan ekosistem Batang toru, baik dari BBKSDA SUMUT sebagai pemangku Kawasan, lembaga-lembaga yg memiliki fokus program pada issue satwa Kunci (utamanya Orang Utan Tapanuli – Pongo Tapanulensis) serta perusahaan -perusahaan yang beraktifitas di ekosistem Batang Toru.
Hingga saat ini, kata Presidium Forum Masyarakat Pegiatan Konservasi Tabagsel (FMPKT) sudah 1 bulan lebih matinya satwa mamalia besar yang kata KLHK adalah satwa kharismatik dan dilindungi. Sangat niris dan disayangkan, peristiwa ini seperti dibungkam dan ditutup – tutupi informasi dan pemberitaannya dari media, sangat dirahasiakan penyebab terjadinya.
“Seharusnya KLHK Melalui BBKSDA atau SUMUT melakukan klarifikasi dan penjelasan secara detail kepada publik, terkait kejadian dan penyebab matinya Satwa kharismatik yang menjadi kebanggaan masyarakat yang hidup disekitar ekosistem Batang Toru, menurut data yang dikatakan KLHK Melalui BBKSDA SUMUT populasinya hanya berkisar 700-an individu,” ucapnya.
Komitmen menjaga keutuhan keseluruhan antar unsur ciptaan tuhan hanya sebatas retorika, komitmen diatas kertas. Bagaikan semut yang menemukan gula, banyak yang hadir sebagai pihak-pihak yang katanya memiliki kepedulian terhadap ekosistem batangtoru dengan berbagai program atau proyek yang disupport oleh donor-donor luar negari dengan menjadikan Orang Utan Tapanuli sebagai issue penting yang harus diintervensi, program -program tersebut diperkuat dengan dibangunnya Kolaborasi dan kesepakatan kerjasama antara lembaga- lembaga dan BBKSDA SUMUT sebagai pemangku kawasan.
Walaupun demikian, banyaknya lembaga-lembaga yang hadir tak sejalan dengan upaya dan usaha untuk meminimalisir dampak negatif terhadap populasi Orangutan Tapanuli.
Lembaga yang hadir dan beraktifitas dikawasan ekosistem batangtoru adalah lembaga yang berasal dari luar Tapanuli selatan dengan segudang pengalaman isu satwa Orang Utan Tapanuli sebagai core program lembaga, tetapi tak berani bersuara ketika anakan Orangutan Tapanuli mati.
Lokasi matinya anakan Orang Utan Tapanuli berada koordinat N: 1° 29’ 31.4” E: 99° 06’ 01.9” seperti yang dikatakan masyarakat Marancar yang melihat kejadian di lokasi, saat ditemukan anakan Orangutan Tapanuli sudah berada ditanah, tidak seperti biasanya anakan akan selalu dalam gendongan induk.
Ditengah situasi keterbatasan informasi dan minimnya pemberitaan matinya Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) lokasi proyek PLTA PT. NSHE yang semestinya diterima dan sampai kepada khalayak sebagai konsumsi publik, sudah selayaknya lembaga-lembaga tersebut yang katanya memiliki konsentrasi dan fokus program pada kerja-kerja upaya penyelamatan dan perlindungan spesies orangutan harus memposisikan diri sebagai corong pemberitaan, sebagai media tanding dan menjadi sumber pemberitaan alternatif yang akan menyuarakan dan menyampaikan peristiwa yang terjadi saat ini kepada publik.
Tetapi sangat disayangkan, situasi yang terjadi malah sebaliknya, kenyataan yang terjadi lembaga- lembaga tersebut tak juga mampu untuk memberikan informasi dan pemberitaan yang dibutuhkan publik sebagai proses
penyadaran dan edukasi kepada publik terkait kejadian matinya anakan Orangutan Tapanuli karena mallnutrisi dilokasi proyek PLTA PT. NSHE yang beraktifitas diekosistem Batangtoru.
Apakah lembaga-lembaga satwa tersebut sudah atau memang tidak memiliki semangat Independensi, Transparansi dan Keberpihakan sebagai Manifestasi nilai-nilai Gerakan yang akan ter-Internalisasi dan Diaktualisakan pada kerja-kerja dan usaha untuk menjaga Keutuhan antar Unsur Cipatan, Ataukah lembaga tersebut sudah memposisikan diri dan perannya sebagai Hamba yang akan menghamba dan menjilat pada bohir-bohir yang menjadi sponsor pada proyek-proyek
yang mengambil lokasi pada ekosistem batangtoru, dikemas menjadi dokumen proposal dengan uraian kegiatan mengatasnamakan kepedulian terhadap species kunci Orangutan Tapanuli.
Apakah saat ini kehadiran dan eksistensi lembaga-lembaga tersebut hanya sebagai kacung? yang akan bekerja sesuai dengan kemauan tuannya, sehingga Independensi, transparansi dan keberpihakan kian tersamarkan.
Hari ini, lembaga-lembaga species tersebut adalah lembaga yang memiliki perjanjian kerjasama dengan KLHK atau BBKSDA Sumut, sehingga publik harus mengetahui dan melihat dengan jelas bahwa mereka adalah lembaga yang menghamba pada KLHK atau BBKSDA Sumut, lembaga yang tidak memiliki keberanian, Independensi, transparansi dan keberpihakan, jangan tanyakan pada mereka seperti apa perjuangan untuk menjaga keutuhan antar unsur cipatan, tapi tanyakanlah berapa berapa besarnya nilai proyek yang akan mereka ajukan kepada tuannya dikawasan Ekosistem Batang Toru.
Sebagai lembaga yang memposisikan diri sebagai corong tuan dan bohirnya (donor, KLHK ), ketika terjadi kasus-kasus atau kejadian yang dianggap sebagai sumber konflik, mereka akan diam dan bungkam karena lembaga mereka dari kelompok minoritas yang tak mampu untuk bersuara apalagi melawan, lembaga-lembaga tersebut takut dan khawatir mendapat teguran dari tuannya, karena jika bersuara akan berdampak pada keberlanjutan proyek dengan nominal yang wah.
Karena lokasi kejadian berada di lokasi PLTA PT.NSHE, maka PT.NSHE adalah sebagai pihak yang harus bertanggung jawab dengan kejadian ini. Karena tersebar kabar, PLTA tidak memberi pihak manapun untuk melihat lokasi kejadian, sehingga besar kemungkinan KLHK/BBKSDA Sumut melakukan persyubahatan terkait dengan kejadian ini.
Selain itu, informasi dari pekerja yang ada didalam, diketahui terdapat beberapa individu Orangutan Tapanuli( Pongo Tapanuliensis ) yang sedang dirahabilitasi karena mallnutrisi juga. Sebagai kajian dan analisis yang dilakukan oleh tim Forum Masyarakat Pegiatan Konservasi Tabagsel bahwa 1. aktifitas PLTA telah membelah dan menghancurkan ruang jelajah Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) sehingga menurunkan kemampuan Orangutan Tapanuli ( Pongo Tapanuliensis ) mencari kebutuhan pakan mereka.
2. Aktifitas PLTA ternyata tidak menerapkan prinsip dan praktek yang ramah lingkungan. 3. Agarkejadian serupa tak dampai kepada publik, PLTA melakukan tekanan dan intimidasi kepada pihak-pihak yang dianggap akan memberitakan kejadian dilokasi kerja PLTA.
Menyikapi kondisi dan situasi tersebut, maka atas nama FORUM MASYARKAT PEGIATAN KONSERVASI TABAGSEL mengecam pihak-pihak yang melakukan persyubahatan denganBBKSDA, karean telah menutup-nutupi dan membungkam lembaga-lembaga yang menjadi mitra KLHK / BBKSDA SUMUT, untuk itu kami FMPKT Tanagsel menuntut untuk:
- Peninjauan dan Peninjauan Kembali Izin Kegiatan PLTA PT.NSHE secara Transparan dan Partisipatif yang bersentuhan dengan Key Animals di Wilayah Kerja PLTA
- BBKSDA SUMUT Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas matinya Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis), serta melakukan pembungkaman dan penyembunyian informasi, sudah sepantasnya Kepala BBKSDA SUMUT segera diberhentikan atau diberhentikan dari jabatannya.
- Badan pemerintah yang mengeluarkan izin kegiatan perusahaan-perusahaan di ekosistem Batangtoru, dengan adanya kejadian ini, maka harus segera dilakukan proses dan tahapan untuk meninjau kembali komitmen terhadap upaya tata kelola yang dilakukan oleh seluruh perusahaan terkait dan aktif di ekosistem Batangtoru secepatnya. semaksimal mungkin secara transparan dan partisipatif.
- Dengan matinya Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) maka kehadiran Dewan Fasis hanya berperan sebagai pihak yang menjual potensi eksositik batangtoru. Kehadiran dan keberadaan lembaga tersebut hanyalah lembaga yang diperbudak oleh kaum bohir sampai. Maka dengan ini kami mengajak seluruh komponen dan lapisan masyarakat untuk bersama-sama melakukan penggusuran dari Tabagsel.
- Jika peristiwa ini masih dirahasiakan dan tidak dipublikasikan, maka kami akan melakukan penindakan di jalan-jalan baik di Tabagsel, Medan, dan Jakarta, hingga KLHK/BBKSDA SUMUT, dan lembaga mitra akan melakukan klarifikasi kepada masyarakat untuk mengklarifikasi sejelas-jelasnya.