Jangkau.com – Batu Bara: RDP lanjutan terkait sengketa lahan plasma yang sempat tertunda, kembali digelar pada Senin (01/12/25) dengan dihadiri oleh IWO, Camat, Kades, OPD, Masyarakat Hukum Adat dan beberapa petinggi Perusahaan di Kabupaten Batu Bara. Agenda utama tetap menyoroti realisasi kewajiban perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
BACA: DPRD Batu Bara: Putusan MK Itu Tidak Berlaku, Masyarakat Adat Tetap Bisa Dipidana
Situasi memanas saat Hugo Napitupulu, yang hadir mewakili Grub Manajer PT. Socfindo, memberikan pemaparan. Dengan nada bicara yang lantang dan penuh percaya diri, Arif menegaskan bahwa kewajiban 20% yang diberikan perusahaan kepada masyarakat sekitar bukanlah berupa fisik lahan plasma, melainkan dalam bentuk kemitraan.
“Yang kami berikan kepada masyarakat sekitar adalah berupa kemitraan, bukan pemberian lahan plasma,” tegas Hugo Napitupulu di hadapan pimpinan dan peserta rapat.
Namun, narasi yang dibangun oleh pihak perusahaan PT Socfindo seketika runtuh. Tim redaksi Jangkau.com yang hadir dalam forum tersebut langsung memaparkan data pembanding berupa hasil temuan investigasi di lapangan.

Data tersebut menyoroti ketidaksesuaian antara dokumen Calon Petani Calon Lahan (CPCL) yang diklaim PT. Socfindo dengan fakta yang ditemukan di lokasi. Redaksi membeberkan bahwa realisasi di lapangan berbeda jauh dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Hugo Napitupulu.
Seketika, suasana ruang RDP berubah hening. Perwakilan PT. Socfindo yang sebelumnya vokal, tampak terdiam dan terlihat bingung atau “planga plongo”.
BACA: Perkebunan Masyarakat dan Perkebunan Sawit Rakyat di Batubara; Sebuah Catatan Kritis
Perwakilan perusahaan tersebut tampak “planga plongo” dan terdiam seribu bahasa. Hingga rapat berlanjut, tidak ada satu pun bantahan yang keluar dari mulut perwakilan Socfindo untuk menjawab data temuan media tersebut. (map)

