Jangkau.com – Batubara: Penerbitan Keputusan Bupati Batu Bara Nomor 228/DISTANBON/2024 menuai kritik tajam karena dinilai salah alamat dan secara mendasar mengabaikan amanat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Alih-alih memfasilitasi masyarakat di lingkar perkebunan PT SOCFINDO, program tersebut justru dialihkan ke kelompok tani di kecamatan lain yang lokasinya lebih jauh, sehingga mencederai rasa keadilan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan hukum pemerintah daerah.
Di atas kertas, program ini tampak sukses. Setidaknya 574 orang dari delapan kelompok tani di Kecamatan Lima Puluh Pesisir dan Datuk Lima Puluh merayakan apa yang mereka sebut sebagai “kebahagiaan tak terduga”. Mereka ditetapkan sebagai penerima fasilitas pembangunan kebun masyarakat dengan luasan bervariasi antara 0,5 hingga 8 hektare.

Namun, di balik euforia para penerima manfaat, terungkap sebuah kejanggalan mendasar. Kebijakan ini bertentangan langsung dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, khususnya Paragraf Pertanian Pasal 58 Huruf (b). Aturan tersebut secara eksplisit mewajibkan perusahaan untuk memfasilitasi pembangunan kebun bagi “masyarakat sekitar” seluas 20% dari total lahan.
BACA: Cerita Perkebunan Tanah Gambus dari Sejarah, Upaya Penundaan Izin dan Signifikansi Legal
Frasa “masyarakat sekitar” menjadi pusat polemik. Secara geografis dan administratif, perkebunan PT SOCFINDO berlokasi di Kecamatan Lima Puluh. Namun, ironisnya, tidak ada satu pun desa atau kelompok tani dari kecamatan ini yang tercantum dalam lampiran SK Bupati tersebut. Penerima manfaat justru berasal dari kecamatan lain yang secara logis berada di luar radius “sekitar” operasional perusahaan.
Keputusan ini dinilai lebih dari sekadar kekeliruan administratif. Ia membuka celah bagi pertanyaan yang lebih dalam:
- Dasar Pertimbangan: Apa yang menjadi dasar Pemkab Batu Bara dalam menafsirkan “sekitar” hingga melompati wilayah terdekat?
- Transparansi: Bagaimana proses verifikasi dan penentuan calon penerima dilakukan hingga menghasilkan daftar yang tidak tepat sasaran?
- Implikasi Sosial: Kebijakan ini berpotensi besar memicu konflik sosial horizontal antara masyarakat lingkar perkebunan yang merasa haknya dirampas dengan kelompok penerima manfaat.
Kini, publik menuntut Pemerintah Kabupaten Batu Bara untuk meninjau ulang dan memberikan penjelasan transparan atas keputusan kontroversial tersebut. Jika tidak, kebijakan yang seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat lokal ini justru akan menjadi preseden buruk dalam implementasi UU Cipta Kerja di daerah. (map)