Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara abai atas arahan BPK, setidaknya Kepala BPPRD tidak menerbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB) dan Kepala BKAD juga tidak mencatatkan piutang pajak penerangan jalan (PPJ) dengan benar pada laporan keuangan tahun 2018 sebesar Rp. 205.172.961.203,-. Kembalinya PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dari penanaman modal asing (PMA) Jepang menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia pada 21 April 2014 menyisakan salah satu persoalan pajak khususnya pajak daerah di Kab. Batu Bara, padahal sebelumnya tak pernah ada persoalan saat INALUM berbendera PMA.
PPJ sebagai salah satu instrumen pajak daerah menjadi salah satu unggulan sumber pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Daerah Kab. Batu Bara. Namun, Pemerintah Daerah gagap dan gugup dalam mengkonsolidasikan pendapatan itu pada awal peralihan 2014 yang berujung menjadi temuan BPK pada 2017. Angka temuan yang fantastis dikarenakan adanya selisih penentuan PPJ yang berbasiskan tarif dasar listrik (TDL). Tanpa alasan yang kuat, INALUM keukeuh merujuk TDL Rp. 79,37 sedangkan Pemerintah menggunakan TDL Rp. 605,- untuk keperluan industri batas daya 30.000 KVA keatas berdasarkan Perbup, Perda dan Permen ESDM. Gap TDL yang besar membentuk angka tunggakan pokok dan denda yang ditunda pembayarannya oleh INALUM periode 2014 sd. 2017.
BACA: Inalum Gelar Seminar Kesehatan Anak dan Stunting untuk Generasi Batubara Sehat
Hasil pentrasiran kami, bahwa pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2018 tidak ada penerbitan SKPDKB dan piutang sebesar Rp. 205.172.961.203,- yang ada justru pencatatan piutang pendapatan lainnya sebesar Rp. 78.397.979.877 -. Inilah awal misteri PPJ yang bagaikan raib ditelan bumi. Sekonyong-konyong pada LHP 2019, ditemukan pendapatan pajak daerah (PPJ) sebesar Rp. 73.510.542.347,- yang dicatatkan sebagai pembayaran PPJ INALUM yang tidak diketahui dasar perhitungannya. Setelah 2019 itu, misteri PPJ tak pernah lagi disebut di publik Batu Bara.
Poin-poin yang menjadi perhatian adalah dasar penentuan tarif dasar listrik Rp. 605,- adalah sudah benar berdasarkan Perbup 51 tahun 2014. Dan INALUM, sebelumnya merujuknya Perda No. 9 tahun 2010 dan Permen ESDM No. 07 tahun 2010 juga tidak mengalami kendala dan perbedaan pemahaman tentang PPJ. Justru masalah ada ketika peralihan ke BUMN pada 2014.
Disisi lain, segala bentuk pengurangan, penghapusan, pembetulan harus merujuk UU No. 28 tahun 2009, PP No. 14 tahun 2005 yang telah diubah terakhir menjadi PP No. 35 tahun 2017 serta Permenkeu No. 68 tahun 2012 atas permohonan dari wajib pajak (WP) yaitu INALUM, namun dalam hal ini tidak pernah dilakukan. Lain lagi amanat UU No. 14 tahun 2005, terutama tentang penghapusan bersyarat dibawah 5 M menjadi wewenang Kepala daerah. Sedangkan untuk penghapusan diatas 5 M harus atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sungguh ironis, dimana jejak penghapusan dan pengurangan yang dilakukan Kepala Daerah (Bupati) bersama DPRD tak pernah muncul di permukaan alias menjadi misteri bahkan di kalangan anggota legislatif sendiri. Yang ada tersisa hanyalah surat DPRD Kab. Batu Bara No. 220/2108 tahun 2023 yang ditanda tangani oleh Ketua DPRD Kab. Batu Bara yang menjelaskan penghapusan yang diberikan pemerintah daerah kabupaten Batu Bara berupa penghapusan administrasi atau denda atas pajak terutang PPJ INALUM namun tidak dapat ditemukan angka pengurangan yang bersesuaian dengan angka angka pajak terutang yang dicatatkan sehingga menjadi misteri bagi publik, siapakah yang menjadi dalang penghapusan PPJ INALUM ini.
Tak ada yang salah dengan sebuah kebijakan penghapusan ataupun pengurangan pajak, yang harus dicurigai adalah bilamana prosesnya tidak buka dan diketahui dengan baik oleh khalayak sehingga menjadi kecurigaan adanya patgulipat didalam proses penghapusan dan pengurangan itu dimana INALUM sendiri adalah sebuah institusi yang sehat secara finansial dengan embel-embel leader pada group mind.id untuk segala kewajiban perpajakannya.